Senin, 08 Desember 2014

Perbankan Syari'ah

Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia dan produk-produknya
Indonesia yang sebagian besar penduduknya adalah Muslim membuat negara ini menjadi pasar terbesar di dunia bagi perbankan syariah. Besarnya populasi muslim itu memberikan ruang yang cukup lebar bagi perkembangan bank syariah di Indonesia.
Pada Tahun 1990 rencana pendirian bank Islam baru dilakukan. Bertempat di Cisarua Bogor, Jawa Barat. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan, kemudian ditindaklanjuti pada Munas IV MUI pada tahun yang sama dengan dibentuknya kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia. Hasil kerja kelompok kerja tersebut pada tanggal I November 1991 lahirlah Bank Muamalat Indonesia, dan MUI merupakan pemilik sahamnya sebesar 25 %. Pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi.
Diawal pendiriannya Bank Muamalat Indonesia, keberadaan bank syariah ini belum mendapat perhatian penuh dalam tatanan industri perbankan nasional. Ha ini tercermin pada UU No. 7 Tahun 1992 dimana pembahasan perbankan syariah hanya dikategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil” tidak terdapat landasan hukum syariah. Hingga diterbitkannya Undang- Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada tanggal 16 Juli 2008, barulah perbankan syariah mempunyai landasan hukum.
Dilihat dari perkembangannya peranan ulama sangat penting dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, itu artinya aspirasi pendirian bank Islam diprakarsai oleh aspirasi dari rakyat, bukan dari pemerintah, sehingga sangat wajar sampai sekarang MUI merupakan lembaga yang tetap mengawal bagi perkembangan perbankan syariah di tanah air, dengan melibatkan diri secara langsung dalam menetapkan kebijakan perbankan syariah.
Pada saat krisis moneter 1997, ada sisi menakjubkan yang ditunjukkan oleh kinerja sistem Islam yaitu hal ini dibuktikan bank syari’ah (dalam hal ini Bank Muamalat Indonesia) terbukti mampu bertahan menghadapi krisis moneter. Disaat bank konvensional berguguran diterpa krisis, bahkan puluhan diantaranya terpaksa dilikuidasi, bank syari’ah tetap tegar. Memang Bank Muamalat Indonesia pada puncak krisis tahun 1998 menderika kerugian 72 milyar, tetapi pada tahun 1999 keadaan ini sudah pulih dan Bank Muamalat Indonesia dapat meraup keuntungan sebesar Rp. 2 milyar .
Kejadian ini membuat mata para ekonom dan ahli perbankan terbangun dari tidur yang panjang, lembaga keuangan non syariah yang mereka anggap handal dalam sistem perekonomian dalam teori-teori ilmu ekonomi mereka ternyata banyak yang bangkrut, sedangkan disisi lain, bank syariah sedikit sekali terkena dampak ekonomi. Hal ini akhirnya mendorong Bank Indonesia membentuk suatu organisasi baru pada tingkat yang cukup tinggi yaitu Biro Perbankan Syariah yang akan membina perkembangan bank-bank syariah.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.
Karakteristik Sistem Perbankan Syariah
Karakteristik sistem perbankan syariah yang  beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Produk-produk Bank Syariah
1.      Produk Penyaluran Dana
a.       Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Jual beli dilaksanakan karena adanya pemindahan kepemilikan barang. Keuntungan bank disebutkan di depan & termasuk harga dari harga yang dijual. Terdapat 3 jenis jual beli dalam pembiayaan modal kerja & investasi dalam bank syariah, yaitu:
1)      Ba’i Al Murabahah
Jual beli dgn harga asalditambah keuntugan yg disepakati antara pihak bank dgn nasabah, dalam hal ini bank menyebutkan harga barang kepada nasabah yg kemudian bank memberikan laba dalam jumlah tertentu sesuai dgn kesepakatan.
2)      Ba’i Assalam
Dalam jual beli ini nasabah sebagai pembeli & pemesan memberikan uangnya di tempat akad sesuai dengan harga barang yang dipesan & sifat barang telah disebutkan sebelumnya. Uang yg tadi diserahkan menjadi tanggungan bank sebagai penerima pesanan & pembayaran dilakukan dengan segera.
3)      Ba’i Al Istishna
Merupakan bagian dari Ba’i Asslam namun ba’i al ishtishna biasa digunakan dalam bidang manufaktur. Seluruh ketentuan Ba’i Al Ishtishna mengikuti Ba’i Assalam namun pembayaran dapat dilakukan beberapa kali pembayaran.
b.      Prinsip Sewa (Ijarah)
Ijarah adalah kesepakatan pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui sewa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa. Dalam hal ini bank menyewakan peralatan kepada nasabah dengan biaya yang telah ditetapkan secara pasti sebelumnya.
c.       Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
1)      Musyarakah
Adalah salah satu produk bank syariah yang mana terdapat 2 pihak atau lebih yang bekerjasama untuk meningkatkan aset yg dimiliki bersama dimana seluruh pihak memadukan sumber daya yang mereka miliki baik yg berwujud maupun yang tidak berwujud. Dalam hal ini seluruh pihak yg bekerjasama memberikan kontribusi yg dimiliki baik itu dana, barang, skill, ataupun aset-aset lainnya. Yang menjadi ketentuan dalam musyarakah adl pemilik modal berhak dalam menetukan kebijakan usaha yg dijalankan pelaksana proyek.
2)      Mudharabah
Adalah kerjasama 2 orang atau lebih dimana pemilik modal memberikan memepercayakan sejumlah modal kepada pengelola dgn perjanjian pembagian keuntungan. Perbedaan yang mendasar antara musyarakah dengan mudharabah adalah kontribusi atas manajemen & keuangan pada musyarakah diberikan & dimiliki 2 orang atau lebih, sedangkan pada mudharabah modal hanya dimiliki satu pihak saja.
2.      Produk Penghimpun Dana
a.       Prinsip Wadiah
Penerapan prinsip wadiah yg dilakukan adl wadiah yad dhamanah yang diterapkan pada rekening produk giro. Berbeda dengan wadiah amanah, dimana pihak yg dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Sedangkan pada wadiah amanah harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yg dititipi.
b.      Prisip Mudharabah
Dalam prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal sedangkan bank bertindak sebagai pengelola. Dana yg tersimpan kemudian oleh bank digunakan utk melakukan pembiayaan, dalam hal ini apabila bank menggunakannya untuk pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab atas kerugian yg mungkin terjadi.
Berdasarkan kewenangan yg diberikan oleh pihak penyimpan, maka prinsip mudharabah dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1)      Mudharabah mutlaqah : prinsipnya dapat berupa tabungan & deposito, sehingga ada 2 jenis yaitu tabungan mudharabah & deposito mudharabah. Tidak ada pemabatasan bagi bank untuk menggunakan dana yg telah terhimpun.
2)      Mudharabah muqayyadah on balance sheet : jenis ini adalah simpanan khusus & pemilik dapat menetapkan syarat-syarat khusus yang harus dipatuhi oleh bank, sebagai contoh disyaratkan utk bisnis tertentu, atau untuk akad tertentu.
3)      Mudharabah muqayyadah off balance sheet : Yaitu penyaluran dana langsung kepada pelaksana usaha & bank sebagai perantara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pelaksana usaha juga dapat mengajukan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi bank untuk menentukan jenis usaha & pelaksana usahanya.
3.      Produk Jasa Perbankan
Selain dapat melakukan kegiatan menghimpun & menyalurkan dana, bank juga dapat memberikan jasa kepada nasabah dengan mendapatkan imbalan berupa sewa atau keuntungan, jasa tersebut antara lain:
a.       Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Adalah jual beli mata uang yg tdk sejenis namun harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan untuk jasa jual beli tersebut.
b.      Ijarah (Sewa)
Kegiatan ijarah ini adalah menyewakan simpanan (safe deposit box) & jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian), dalam hal ini bank mendapatkan imbalan sewa dari jasa tersebut.
Berikut adalah daftar Bank Umum Syariah yang terdapat di Indonesia
1.      PT. Bank Muamalat Indonesia
2.      PT. Bank Syariah Mandiri
3.      PT. Bank BNI Syariah
4.      PT. Bank Syariah Mega Indonesia
5.      PT. Bank BCA Syariah
6.      PT. Bank BRI Syariah
7.      PT. Bank Jabar Banten Syariah
8.      PT. Bank Panin Syariah
9.      PT. Bank Syariah Bukopin
10.  PT. Bank Victoria Syariah
11.  PT. Bank Maybank Syariah Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar