Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia dan produk-produknya
Indonesia yang sebagian besar
penduduknya adalah Muslim membuat negara ini menjadi pasar terbesar di dunia
bagi perbankan syariah. Besarnya populasi muslim itu memberikan ruang yang
cukup lebar bagi perkembangan bank syariah di Indonesia.
Pada Tahun 1990 rencana
pendirian bank Islam baru dilakukan. Bertempat di Cisarua Bogor, Jawa Barat.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan
Perbankan, kemudian ditindaklanjuti pada Munas IV MUI pada tahun yang sama
dengan dibentuknya kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.
Hasil kerja kelompok kerja tersebut pada tanggal I November 1991 lahirlah Bank
Muamalat Indonesia, dan MUI merupakan pemilik sahamnya sebesar 25 %. Pada
tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi.
Diawal pendiriannya Bank
Muamalat Indonesia, keberadaan bank syariah ini belum mendapat perhatian penuh
dalam tatanan industri perbankan nasional. Ha ini tercermin pada UU No. 7 Tahun
1992 dimana pembahasan perbankan syariah hanya dikategorikan sebagai “bank
dengan sistem bagi hasil” tidak terdapat landasan hukum syariah. Hingga
diterbitkannya Undang- Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada
tanggal 16 Juli 2008, barulah perbankan syariah mempunyai landasan hukum.
Dilihat dari perkembangannya
peranan ulama sangat penting dalam mengembangkan perbankan syariah di
Indonesia, itu artinya aspirasi pendirian bank Islam diprakarsai oleh aspirasi
dari rakyat, bukan dari pemerintah, sehingga sangat wajar sampai sekarang MUI
merupakan lembaga yang tetap mengawal bagi perkembangan perbankan syariah di
tanah air, dengan melibatkan diri secara langsung dalam menetapkan kebijakan
perbankan syariah.
Pada saat krisis moneter 1997,
ada sisi menakjubkan yang ditunjukkan oleh kinerja sistem Islam yaitu hal ini
dibuktikan bank syari’ah (dalam hal ini Bank Muamalat Indonesia) terbukti mampu
bertahan menghadapi krisis moneter. Disaat bank konvensional berguguran diterpa
krisis, bahkan puluhan diantaranya terpaksa dilikuidasi, bank syari’ah tetap
tegar. Memang Bank Muamalat Indonesia pada puncak krisis tahun 1998 menderika
kerugian 72 milyar, tetapi pada tahun 1999 keadaan ini sudah pulih dan Bank
Muamalat Indonesia dapat meraup keuntungan sebesar Rp. 2 milyar .
Kejadian ini membuat mata para
ekonom dan ahli perbankan terbangun dari tidur yang panjang, lembaga keuangan
non syariah yang mereka anggap handal dalam sistem perekonomian dalam
teori-teori ilmu ekonomi mereka ternyata banyak yang bangkrut, sedangkan disisi
lain, bank syariah sedikit sekali terkena dampak ekonomi. Hal ini akhirnya
mendorong Bank Indonesia membentuk suatu organisasi baru pada tingkat yang
cukup tinggi yaitu Biro Perbankan Syariah yang akan membina perkembangan
bank-bank syariah.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka
pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan
hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi.
Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata
pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka
diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian
nasional akan semakin signifikan.
Karakteristik
Sistem Perbankan Syariah
Karakteristik sistem perbankan syariah yang
beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem
perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan
aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan
nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari
kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam
produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang
lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang
kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa
terkecuali.
Produk-produk Bank Syariah
1.
Produk Penyaluran Dana
a.
Prinsip Jual
Beli (Ba’i)
Jual beli
dilaksanakan karena adanya pemindahan kepemilikan barang. Keuntungan bank
disebutkan di depan & termasuk harga dari harga yang dijual. Terdapat 3
jenis jual beli dalam pembiayaan modal kerja & investasi dalam bank syariah, yaitu:
1)
Ba’i Al Murabahah
Jual beli
dgn harga asalditambah keuntugan yg disepakati antara pihak bank dgn nasabah,
dalam hal ini bank menyebutkan harga barang kepada nasabah yg kemudian bank
memberikan laba dalam jumlah tertentu sesuai dgn kesepakatan.
2)
Ba’i Assalam
Dalam jual
beli ini nasabah sebagai pembeli & pemesan memberikan uangnya di tempat
akad sesuai dengan harga barang yang dipesan & sifat barang telah
disebutkan sebelumnya. Uang yg tadi diserahkan menjadi tanggungan bank sebagai
penerima pesanan & pembayaran dilakukan dengan segera.
3)
Ba’i Al Istishna
Merupakan
bagian dari Ba’i Asslam namun ba’i al ishtishna biasa digunakan dalam
bidang manufaktur. Seluruh ketentuan Ba’i
Al Ishtishna mengikuti Ba’i Assalam
namun pembayaran dapat dilakukan beberapa kali pembayaran.
b.
Prinsip Sewa (Ijarah)
Ijarah adalah
kesepakatan pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui sewa tanpa
diikuti pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa. Dalam hal ini bank
menyewakan peralatan kepada nasabah dengan biaya yang telah ditetapkan secara
pasti sebelumnya.
c.
Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
1)
Musyarakah
Adalah salah
satu produk bank syariah yang mana terdapat 2 pihak atau lebih yang bekerjasama
untuk meningkatkan aset yg dimiliki bersama dimana seluruh pihak memadukan
sumber daya yang mereka miliki baik yg berwujud maupun yang tidak berwujud.
Dalam hal ini seluruh pihak yg bekerjasama memberikan kontribusi yg dimiliki
baik itu dana, barang, skill, ataupun aset-aset lainnya. Yang menjadi ketentuan
dalam musyarakah adl pemilik modal berhak dalam menetukan kebijakan usaha yg
dijalankan pelaksana proyek.
2)
Mudharabah
Adalah
kerjasama 2 orang atau lebih dimana pemilik modal memberikan memepercayakan
sejumlah modal kepada pengelola dgn perjanjian pembagian keuntungan. Perbedaan
yang mendasar antara musyarakah dengan mudharabah adalah kontribusi atas
manajemen & keuangan pada musyarakah diberikan & dimiliki 2 orang atau
lebih, sedangkan pada mudharabah modal hanya dimiliki satu pihak saja.
2.
Produk Penghimpun Dana
a.
Prinsip Wadiah
Penerapan
prinsip wadiah yg dilakukan adl wadiah yad dhamanah yang diterapkan pada
rekening produk giro. Berbeda dengan wadiah
amanah, dimana pihak yg dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan
harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Sedangkan
pada wadiah amanah harta titipan tidak
boleh dimanfaatkan oleh yg dititipi.
b. Prisip Mudharabah
Dalam
prinsip mudharabah, penyimpan atau
deposan bertindak sebagai pemilik modal sedangkan bank bertindak sebagai
pengelola. Dana yg tersimpan kemudian oleh bank digunakan utk melakukan
pembiayaan, dalam hal ini apabila bank menggunakannya untuk pembiayaan
mudharabah, maka bank bertanggung jawab atas kerugian yg mungkin terjadi.
Berdasarkan
kewenangan yg diberikan oleh pihak penyimpan, maka prinsip mudharabah dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu:
1)
Mudharabah mutlaqah : prinsipnya dapat berupa tabungan & deposito,
sehingga ada 2 jenis yaitu tabungan mudharabah & deposito mudharabah. Tidak
ada pemabatasan bagi bank untuk menggunakan dana yg telah terhimpun.
2)
Mudharabah muqayyadah on balance sheet : jenis ini adalah simpanan khusus
& pemilik dapat menetapkan syarat-syarat khusus yang harus dipatuhi oleh
bank, sebagai contoh disyaratkan utk bisnis tertentu, atau untuk akad tertentu.
3)
Mudharabah muqayyadah off balance sheet : Yaitu penyaluran
dana langsung kepada pelaksana usaha & bank sebagai perantara pemilik dana
dengan pelaksana usaha. Pelaksana usaha juga dapat mengajukan syarat-syarat
tertentu yang harus dipatuhi bank untuk menentukan jenis usaha & pelaksana
usahanya.
3.
Produk Jasa Perbankan
Selain dapat melakukan kegiatan menghimpun & menyalurkan dana, bank
juga dapat memberikan jasa kepada nasabah dengan mendapatkan imbalan berupa
sewa atau keuntungan, jasa tersebut antara lain:
a.
Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Adalah jual beli mata uang yg tdk sejenis namun harus
dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan untuk jasa
jual beli tersebut.
b.
Ijarah (Sewa)
Kegiatan ijarah
ini adalah menyewakan simpanan (safe
deposit box) & jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian), dalam hal ini bank
mendapatkan imbalan sewa dari jasa tersebut.
Berikut
adalah daftar Bank Umum Syariah yang terdapat di Indonesia
1. PT. Bank Muamalat Indonesia
2. PT. Bank Syariah Mandiri
3. PT.
Bank BNI
Syariah
4. PT.
Bank Syariah
Mega Indonesia
5. PT.
Bank BCA
Syariah
6. PT. Bank BRI Syariah
7. PT.
Bank Jabar
Banten Syariah
8. PT.
Bank Panin
Syariah
9. PT.
Bank Syariah
Bukopin
10. PT.
Bank
Victoria Syariah
11. PT.
Bank Maybank
Syariah Indonesia